Senin, 20 April 2009

Startegi Panglima Laot Kab.Nagan Raya

STRATEGI PANGLIMA LAOT DALAM PENERAPAN HUKOM ADAT LAOT
DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN
DI
KABUPATEN NAGAN RAYA

Penyampaian Startegi Panglima Laot Kab. Nagan Raya di sampaikan dalam Acara Workshop Adat Laot di Kabupaten Nagan Raya. yang disampaikan oleh Bendahara Panglima Laot Kab. Nagan Raya Sulaiman Toha

SEKILAS TENTANG NAGAN RAYA

Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu Kabupaten baru dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2002. Dengan pemekaran tersebut, maka seluruh bentuk organisasi tingkat kabupaten diadakan di Nagan Raya, baik organisasi pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan. Demikian juga halnya dengan organisasi masyarakat nelayan. Salah satu organisasi masyarakat nelayan yang memiliki peran penting untuk memajukan nelayan adalah Lembaga Hukom Adat Laot (LHAL) / Panglima Laot Kabupaten.

Dikatakan pentingnya Lembaga Hukom Adat Laot (LHAL) / Panglima Laot Kabupaten, karena secara geografis letak Kabupaten Nagan Raya cukup strategis dilihat dari posisi kelautan. Dengan garis pantai sepanjang + 75 Km yang terbentang mulai dari Suak Puntong (Berbatas dengan Aceh Barat) hingga Kuala Seumayam (Berbatas dengan Aceh Barat Daya), ditambah dengan 6 sungai yang mengalir hingga muara yang menjadikannya sebagai pangkalan nelayan yang dalam adat laot disebut Lhok, serta potensi kelautan sangat beraneka ragam yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Nagan Raya khususnya. Oleh karena itu, LHAL / Panglima Laot Kabupaten yang solid dan tangguh sangat diperlukan untuk bersama-sama dengan pemerintah (Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan) Kabupaten Nagan Raya memanfaatkan potensi kelautan secara optimal demi kesejahteraan masyarakat nelayan di Nagan Raya.

PERMASALAHAN
Musibah besar bagi masyarakat nelayan di Nagan Raya adalah bencana alam Gempa dan Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Kejadian itu telah menghancurkan seluruh sendi kehidupan nelayan, khususnya dibidang ekonomi dan taraf hidup. Masyarakat nelayan yang sebelumnya memang belum berdaya semakin tak berdaya dengan musibah tersebut. Seluruh harta benda, termasuk sarana mata pencaharian seperti alat tangkap, perahu dan kapal motor hilang tak berbekas. Disamping itu, nelayan Nagan Raya juga sangat terpukul, karena Panglima Laot Kabupaten yang baru terpilih (Alm. T. Ramli) ikut menjadi korban dalam bencana tersebut.

Kondisi ini memang tidak berlangsung lama, pasca Tsunami nelayan kembali mulai bergeliat dengan adanya bantuan yang diberikan oleh Pemerintah, NGO dan Lembaga Sosial lainnya. Untuk itu para nelayan harus bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada seluruh lapisan yang telah ikut membantu menghidupkan kembali harapan nelayan yang hampir mati.

Namun demikian, secara jujur harus diakui bahwa dibalik derasnya mengalir bantuan kepada para nelayan tersembul suatu permasalahan baru. Permasalahan itu muncul akibat sistem penyaluran yang belum terarah dan tepat sasaran serta tidak dilibatkannya Panglima Laot Kabupaten dan Panglima Laot Lhok dalam wilayah yang bersangkutan. Baik itu dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh NGO dan Lembaga Sosial lainnya. Banyak bantuan yang datang dari NGO langsung melalui kelompok binaan dan dampingan berdasarkan assessment dadakan yang objektifitasnya diragukan. Demikian juga halnya bantuan yang turun melalui pemerintah, sangat jarang dilibatkan Panglima Laot, kalaupun ada hanya sekedar formalitas belaka. Akibat dari semua itu, kewibawaan Panglima Laot selaku tetua adat laot semakin berkurang dimata para nelayan. Disamping itu juga muncul kecemburuan sosial sesama nelayan karena kurang pemerataan dan tumpang tindihnya bantuan.

Masalah demi masalah yang timbul, khususnya masalah yang muncul terakhir, telah berdampak pada menipisnya hukom adat laot yang sudah mentradisi dalam kehidupan masyarakat nelayan di Nagan Raya. Untuk itu, untuk mengembalikan kewibawaan LHAL / Panglima Laot serta memperkuat kembali hukom adat laot yang pernah ada, maka Panglima Laot beserta dengan pengurus LHAL Kabupaten Nagan Raya telah merumuskan Rencana Strategi Panglima Laot untuk periode 10 tahun dengan mengacu kepada Visi dan Misi Lembaga Hukom Adat Laot.

VISI

“ Mewujudkan masyarakat nelayan yang solid, maju dan sejahtera (SMS) dengan tetap memelihara hukom adat laot dan adat istiadat warisan endatu”.

MISI
1. Meningkatkan kapasitas Lembaga Hukom Adat laot (LHAL) dalam memelihara dan menjaga hukom adat laot dan adat istiadat.
2. Meningkatkan kemampuan nelayan dalam pengelolaan sumber daya kelautan secara terpadu.
3. Meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan.
4. Menumbuhkembangkan kesadaran dan kepedulian masyarakat nelayan terhadap hukom adat laot.

Berdasarkan permasalahan yang ada sekarang dan dengan merujuk kepada Visi dan Misi Panglima Laot,
maka ditetapkan Strategi Panglima Laot Kabupaten Dalam Penerapan Hukom Adat Laot Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Kabupaten Nagan Raya, sebagai berikut :

A. STRATEGI PENERAPAN HUKOM ADAT LAOT
1. Menggali dan menerapkan kembali hukom-hukom adat laot dan adat istiadat masa lalu yang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah dan bersifat islami serta relevan dengan kekinian.
2. Mengusahakan / Mengusulkan melalui Pemerintah Kabupaten agar dibuat Raqan (Rancangan Qanun) tentang eksploitasi kelautan dengan menampung seluruh peraturan hukom adat laot di dalamnya.
3. Menjalin kerjasama yang erat dengan Kepolisian, khususnya dengan Satuan Polisi Air dalam penegakan hukom adat laot untuk melahirkan rasa kepastian, keadilan dan efek jera bagi yang melanggar.
4. Mengadakan pertemuan berkala (Bulanan) dengan seluruh Panglima Laot Lhok untuk evaluasi temuan-temuan dalam kegiatan nelayan.
5. Bersama-sama dengan Panglima Laot Lhok, melakukan sosialisasi peraturan dan adat laot kepada seluruh nelayan di setiap Lhok secara rutin.
6. Mengusahakan agar adanya Bale Pertemuan Nelayan sebagai tempat bermusyawarah untuk menyelesaikan sengketa-sengketa adat masyarakat nelayan.
7. Mengusahakan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten agar setiap bantuan untuk para nelayan harus berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Panglima Laot Kabupaten dan Panglima Laot Lhok, baik yang datang dari NGO, Lembaga Sosial dan atau dari pemerintah sendiri supaya bantuan tersebut tepat sasaran dan tidak tumpang tindih.
8. Mengusahakan seluruh nelayan ber Kapal Motor agar dilengkapi kelengkapan administrasi melaut, seperti Pas Biru, Izin Berlayar, Izin Penangkapan disertai dengan SKK Nakhoda.

B. STRATEGI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN NELAYAN.
1. Mengusahakan agar adanya Kantor Lembaga yang representatif dan sarana pendukungnya untuk meningkatkan pelayanaan kepada anggota serta demi tertibnya administrasi lembaga.
2. Membuat Kartu Anggota Nelayan bagi nelayan aktif untuk memudahkan pendataan dan pembinaan.
3. Meningkatkan kemampuan nelayan dalam pengelolaan sumber daya kelautan melalui pelatihan-pelatihan.
4. Meningkatkan kesadaran nelayan terhadap pentingnya menjaga lingkungan dan kelestarian pantai.
5. Membentuk Koperasi atau Lembaga Keuangan pola koperasi yang mampu menyelesaikan masalah-masalah keuangan nelayan.
6. Mengusahakan peningkatan quota penerima beasiswa bagi aneuk nelayan dari YPMAN Provinsi.
7. Mengelola keuangan lembaga secara jujur, transparan dan akuntabel.
8. Menjalin kerjasama dengan NGO-NGO baik Internasional maupun Nasional untuk modernisasi sarana tangkap nelayan.
PENUTUP
Strategi Panglima Laot Kabupaten Dalam Penerapan Hukom Adat Laot Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Kabupaten Nagan Raya adalah bertujuan untuk memajukan sektor kelautan untuk mensejahterakan masyarakat nelayan. Dan ini sejalan dengan fungsi dan tugas Panglima Laot sebagai pembantu pemerintah dalam pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan (Keputusan Pertemuan/Musyawarah Lembaga Hukom Adat Laot / Panglima Laot Se-Aceh, 6 – 7 Juni 2000). Untuk itu, kedepan diperlukan suatu kesepakatan dan kerja sama yang erat aantara semua pihak yang ikut melaksanakan rehab dan rekon sehingga program yang direncanakan tidak tumpang tindih.
Selanjutnya, usaha keras para nelayan juga sangat dibutuhkan dalam memberdayakan diri, seperti meningkatkan kesadaran, persatuan dan solidaritas diantara sesama nelayan. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kebijakan Pemda NAD pada sektor kelautan dan Perikanan, Kabupaten Nagan Raya lebih diarahkan kepada Pengembangan Budidaya Air Tawar, sedangkan Pengembangan Penangkapan Ikan untuk wilayah Barat-Selatan, Labuhan Haji Aceh Selatan sebagai pusatnya. (DKP Provinsi NAD Pada Lokakarya dan Rapat Tahunan Panglima Laot Se-Aceh Tahun 2007, 07-09 Desember 2007). Karenanya, mari bersama-sama kita buktikan bahwa Lautan India yang terbentang di depan kita dengan beraneka ragam ikan di dalamnya adalah anugerah Allah untuk kita kelola dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup kita.

Minggu, 19 April 2009

Workshop Qanun Pemerintahan Mukim

Di Nagan Raya
JKMA - BTU Laksanakan Workshop Draft Qanun Pemerintahn Mukim
Assisten III: “ini langkah terobosan baru”


Jaringan Komunitas Masyarakat Adat Bumoe Teuku Umar (JKMA BTU) mengadakan kegiatan Workshop Draft Qanun Pemerintahan Mukim bertempat di Ruang Rapat DPRK Nagan Raya (11/3). Kegiatan tersebut dihadiri tidak hanya oleh seluruh Imum Mukim yang ada di Nagan Raya namun juga terdapat beberapa peserta yang berasal dari luar lingkup Imum Mukim. Sebut saja dari kalangan militer, Majelis Adat Aceh, Majelis Permusyawaratan Ulama dan perwakilan dari Pemerintah Kabupaten dan legislatif Kabupaten Nagan Raya.

Acara yang mengangkat tema perdana untuk konteks Nagan Raya tersebut di buka oleh Asisten III Pemkab Nagan Raya. Setelah selesai pidato pengantar dari Koordinator JKMA BTU, Khalidin Alba yang mengakui ini memang kegiatan perdana mereka di lingkup kabupaten Nagan raya dalam hal pembahasan draft qanun seperti ini. Dalam pembukaannya, unsur eksekutif Nagan Raya tersebut mengemukakan ketertarikannya terhadap upaya yang digagas oleh JKMA BTU.”Saya melihat, workshop seperti ini sangat penting. Dan ini kita akui yang pertama kalau yang berhubungan dengan upaya legislasi. Maka kami dari pihak pemerintah Nagan Raya sangat mendukung kegiatan positif seperti ini. Karena memang ini menjadi ekspresi partisipasi sekaligus menjadi suatu warna baru dalam pembuatan Qanun kabupaten Nagan Raya.”

Selanjutnya ia menambahkan, Mukim pada masa kerajaan dulu mendapatkan posisi yang sangat urgen dalam struktur pemerintahan. Karena memang saat itu fungsi Mukim sangat jelas, maka Mukim menjadi institusi yang sangat dihormati. Sayangnya oleh perubahan rezim, perubahan zaman, posisi Mukim sempat tidak mendapatkan kejelasan. Sehingga Mukim yang seyogyanya lebih dihormati dari Geuchik malah tidak mendapat perhatian masyarakat. Karena, lagi, alasannya adalah secara peran, tidak terlalu banyak peran yang bisa dilakukan oleh Imum Mukim. Tetapi dengan adanya UU no 11 tahun 2006, ruang untuk mukim dibuka dengan terbukanya kesempatan untuk menjadikan persoalan keberadaan Mukim sebagai sebuah bahasan yang harus mendapat perhatian yang lebih serius.

Kegiatan ini menghadirkan panelis dari Biro Hukum Pemkab Nagan Raya, Zulfikar SH dan Panelis dari Koalisi Kebijakan Partisipatif ( KKP) Banda Aceh, TAF Haikal. Dalam pembahasan pertama oleh Zulfikar, ia mengatakan bahwa selama ini di Nagan Raya sering terjadi mispersepsi dalam hal partisipasi masyarakat. Tidak sedikit yang menuduh pemerintah dan legislatif menutup peran masyarakat, padahal kalau kita perhatikan, masyarkaat kita memiliki kesibukan yang terlalu banyak. Dari yang bekerja sebagai buruh kasar, sampai dengan pekerjaan bisnis lainnya. Mungkin enah karena mereka merasa waktunya rugi jika melaksanakan kegiatan serupa ini, ataukah karena mereka tidak tahu bahwa dalam UU memang dibenarkan masyarakat untuk berkontribusi dalam proses legislasi seperti yang di gagas JKMA BTU ini.. dalam UU no 11/2006 hal ini mendapatkan ruangnya. Juga dalam UU no.3/2007. Cuma, karena selama ini masyarakat tidak menyukai hal-hal begini maka kemudian yang terjadi, timbul anggapan bahwa pemerintah Kabupaten Nagan Raya menutup pintu untuk akses masyarakat dalam berpartisipasi dalam proses pembuatan Qanun Kabupaten.

Sedangkan TAF Haikal dalam paparan yang dilakukan selama waktu berkisar 60 menit lebih banyak mengangkat persoalan proses dan mekanisme untuk mengajukan sebuah draft qanun. Jalur-jalur mana saja yang harus ditempuh lebih menjadi pokok bahasan dari sosok muda yang juga merupakan Caleg PAN untuk DPR Pusat ini. “cuman, saya hanya ingin mengatakan bahwa, kita harus mengubah dulu anggapan bahwa qanun ini adalah sebuah hal yang berat. Kita tidak boleh melihat ini sebagai beban yang terlalu berat. Justru dengan kita bisa melakukannya dengan cara yang tenang, maka kemudian apa yang menjadi cita-cita, misi kita bisa tercapai” Demikian pungkas Haikal yang selama ini juga aktif melakukan kampanye untuk Pemerintah Aceh lebih perhatian terhadap pembangunan Pantai Barat Selatan.

Peserta yag terlihat antusias dalam kisaran waktu 8 jam sempat dihiasi dengan perdebatan sengit terkait dengan pembahasan yang berkenaan dengan pelibatan perempuan dalam unsur Tuha Peuet Mukim. Budian Berma, sosok perempuan dari Biro Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Nagan raya berharap sangat agar perempuan jangan diposisikan pada posisi tertentu tetapi secara peran nyaris tidak ada yang bisa dilakukan,”sering terjadi selama ini, perempuan dilibatkan dalam banyak kegiatan, tetapi secara fungsi tidak ada sama sekali. Ini dikarenakan posisi yang diberikan hanyalah posisi-posisi yang tidak penting..” Sementara Cut Afifah juga mengkritisi persoalan yang berada di tingkatan Mukim yang sering ia amati terjadi ditengah masyarakat, “banyak kegiatan yang biasa dilakukan oleh perempuan di Gampong, dan memang menuntut peran aktif perempuan, namun tidak jarang justru perempuan tidak terlalu dianggap oleh aparat pemerintah Gampong dan mukim, ini sangat sering terjadi. Maka saya sebagai salah seorang perempuan di Nagan Raya sangat berharap agar dengan qanun ini, perempuan juga lebih terperhatikan dan bisa mendapat apresiasi yang layak di tingkatan Gampong dan mukim” Demikian Pungkasnya.

Syahrul YA, Ketua Panitia kegiatan Workshop ini menjelaskan bahwa, memang workshop ini sengaja kami libatkan banyak unsur lain diluar lingkup mukim, agar mereka juga bisa memberikan pandangannya terhadap qanun dan mereka bisa berbagi tentang banyak fenomena menarik yang mungkin memang penting juga menjadi bagian dari draft qanun ini.

Workshop Adat Laot Nagan Raya

Workshop Penerapan Hukom Adat Laot, JKMA-BTU Di Kuala Tadu

“Kesolidan para nelayan dan keberadaan POLAIRUD sangat di perlukan untuk kelancaran aktifitas para nelayan dalam ruang lingkup Lembaga Hukom Adat Laot Nagan Raya” Demikian salah satu paparan dari Sulaiman Toha yang merupakan Bendahara pada Lembaga Hukom Adat Laot Nagan Raya pada acara Workshop Penerapan Hukom Adat Laot.

Khalidin Alba yang juga merupakan Koordinator Jaringan Komunitas Masyarakat Adat Bumoe Teuku Umar (JKMA BTU) Meulaboh, mengatakan, acara ini sengaja di lakukan agar bisa mengsosialisasikan Hukom Adat Laot kepada para nelayan. Sekaligus merupakan tindak lanjut dari acara pertemuan Lembaga Hukom Adat Laot/ Panglima Laot se-Nagan Raya sebelumnya di Aula SMU 4 Kuala Tadu pada tanggal 24-26 Desember 2007.

Workshop yang di laksanakan di Aula MIN Kuala Tadu tersebut di buka oleh Wakil Bupati Nagan Raya, M. Kasem Ibrahim. Dalam pidato pembukaannya, ia mengatakan yang bahwa sebenarnya pemerintah sangat mendukung upaya-upaya yang itu mengarah pada penguatan masyarakat nelayan. Hanya saja selama ini masyarakat nelayan terlihat seperti enggan untuk bisa lebih ekstra dalam bekerja sama dengan pemerintah. “coba kalau ada kegiatan nelayan yang membutuhkan peran dari pemeritah, usahakan untuk tidak sungkan-sungkan mengajukannya pada pemerintah, insya Allah kami akan sangat mendukung selama itu untuk membangkitkan taraf hidup masyarakat nelayan.

Selain itu, acara ini menghadirkan pembicara, Aiptu Arismunandar dari POLAIRUD Aceh Barat yang mengupas tentang perlunya koordinasi nelayan dengan Polairud, Bustami Harun, SP Kadis Kelautan dan Perikanan Nagan Raya berbicara tenang kebijakan-kebijakan yang di tempuh pemerintah untuk mengangkat kehidupan masyarakat nelayan dan penerapan Hukom Adat Laot. Sulaiman Toha mewakili Panglima Laot Kabupaten Nagan Raya lebih mengangkat persoalan kerja yang sudah di lakukan oleh Lembaga Hukom Adat Laot Nagan Raya dan strategi yang telah dan yang akan di lakukan oleh Lembaga Hukom Adat Laot Nagan Raya untuk penerapan Hukom Adat Laot di komunitas nelayan Nagan Raya.

Aiptu Arismunandar dalam kapasitasnya sebagai bagian dari unsur Polairud mengeluhkan tentang minimnya fasilitas Polairud, padahal ruang lingkup yang harus di jalankan mereka mencakup 3 kabupaten, yakni Aceh Barat sekaligus Nagan Raya dan Aceh Jaya sebagai kabupaten pemekaran yang masih baru berdiri. Pada kesempatan yang sama, polisi ini juga menyayangkan para nelayan yang banyak melanggar tradisi yang di tekankan dalam agama,”kalau sebelum berangkat ke laut harus menenggak minuman keras terlebih dahulu, bagaimana rezeki yang di perolehnya itu bisa di berkati Tuhan, ke depan tolong hal-hal yang sepintas tampak sederhana ini bisa di hilangkan sama sekali. Satu lagi, persoalan identitas para nelayan itu juga sangat perlu, katakanlah kalau para nelayan kita di Nagan Raya nyasar ke lautan yang menjadi bagian dari Negara lain, tanpa adanya identitas yang jelas akan sangat merumitkan, nah itu perlu menjadi satu hal yang layak di pertimbangkan. Selain juga tentang Surat Keterangan Kecakapan, itu perlu ada karena ini sangat berkaitan erat dengan kesalamatan nelayan kita”

Workshop tersebut menghasilkan beberapa Rekomendasi yang akan di ajukan kepada pihak atau instansi yang terlibat dengan masyarakat Nelayan. Poin-poin dari rekomendasi tersebut mencakup:



1. Mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dan Propinsi NAD untuk
mengQanunkan peraturan adat laot dan lembaga adat laot untuk Kabupaten
Nagan Raya
2. Kewenangan Panglima Laot Kabupaten dan Lhok di perjelas dengan qanun daerah
Kabupaten Nagan Raya
3. Mengharapkan Pemerintah Nagan Raya dan Instansi terkait melatih para nelayan
untuk mendapatkan SKK 60 mil dan izin pelayaran dan penangkapan (pas biru)
4. Mengharapkan kepada pihak Pemerintah Nagan Raya untuk membangun perkantoran
serta perlengkapannya untuk Panglima Laot Kabupaten dan Panglima Laot Lhok
dalam Kabupaten Nagan Raya
5. Seluruh Panglima Laot Lhok dan Panglima Laot Kabupaten mendukung sepenuhnya
pemberantasan Pukat Trawl dan sejenisnya yang ada dalam Kabupaten Nagan Raya
dan meminta Pemerintah atau Instansi terkait untuk menggantikan alat tangkap
nelayan dan peralatan tangkap lainnya, seperti:
a. Nyaring Tancap
b. Pukat Darat
c. Jaring Malam
d. Jaring Beuning dan jaring lainnya

6. Mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Nagan Raya untuk memperhatikan
kesejahteraan anak nelayan miskin/ anak yatim nelayan dan di masukkan dalam
qanun Pemerintah Aceh dan Qanun Kabupaten Nagan Raya dari dana APBD dan APBK
7. Mengharapkan setiap keputusan pemerintah terkait dengan masalah nelayan dan
kelautan, harus melibatkan Pemerintah Gampong, Nelayan dan Panglima Laot
8. Setiap bantuan kepada setiap nelayan harus berkonsultasi dan berkoordinasi
dengan Panglima Laot Lhok dan Panglima Laot Kabupaten dan Pemerintahan
Gampong baik yang datang dari NGO maupun dari lembaga lainnya/ Pemerintah
9. Mengharapkan bantuan Pemerintah Nagan Raya, Pihak Kepolisian dan Pihak
POLAIRUD dalam penegakan Hukum Adat Laot di Kabupaten Nagan Raya
10. Mengharapkan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya agar menempatkan Polisi Air dan
Udara di Pesisir Pantai Nagan Raya
11. diharapkan Kepada etiap Pemilik Kapal Motor untuk Melengkapi Tanda Pengenal
untuk nelayan Nagan Raya, memasang bendera merah putih pada setiap boat
12. Mengusulkan ke DKP untuk menyediakan boat operasional pengawasan pantai
untuk Panglima Laot Kabupaten Nagan Raya
13. Dilarang penebangan kayu aron/ cemara, ketapang, bangka, jarak minimalnya
150 M dari bibir pantai samai dengan 300 M sesuai dengan kesepakatan daerah
dan kodisi lhok masing-masing
14. Perlu di agendakan sebuah qanun hasil dari pertemuan Lembaga Hukom Adat Laot
se-Nagan Raya di Kuala Tadu , Aula SMA 4, pada tanggal 24-26 Desember 2007.
dan mendukung sepenuhnya strategi Panglima Laot dalam penerapan Hukum Adat
Laot dan peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di Kabupaten Nagan
Raya yang di susun oleh: Panglima Laot Kabupaten Nagan Raya.

Syahrul YA yang merupakan Sekpel JKMA BTU Meulaboh pada kesempatan yang sama menyampaikan beberapa persoalan yang selama ini sering terjadi di tengah masyarakat nelayan,”Rekomendasi tersebut sangat penting di perhatikan oleh pihak pemerintah dan instansi lainnya, paling tidak ini bisa menjadi ujud kepedulian pemerintah kepada nelayan di Nagan Raya. Kita melihat, Kita perlu selalu mencari cara agar persoalan yang ada bisa eliminir atau minimal bisa di minimalisir, dan ini juga menjadi langkah proteksi agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat nelayan yang selama ini sering di stigmakan sebagai masyarakat termarjinalkan” Tegasnya sebagai penutup.

Sabtu, 18 April 2009

Sekilas JKMA -BTU

SEKELUMIT TENTANG JARINGAN KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT BUMOE TEUKU UMAR (JKMA – BTU

Jl. Manek Roo No 410 Kuta Padang Tlp/Fax. 06557551401
Kontak Person : Khalidin ALba (Koordinator)081360441888
Aroel (SekPel)


Wilayah Aceh Barat merupakan daerah pesisir pantai barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis wilayah kabupaten Aceh Barat terletak pada koordinat 04°66’-04°77’ Lintang Utara, 95°52-86°30 Bujur Timur dengan batas Utara Kabupaten Pidie dan Aceh Jaya. Batas sebelah selatan dengan Samudera Hindia dan Kabupaten Nagan Raya yang terletak di bagian utara pulau sumatera. Wilayah Aceh Barat mencakup daerah pesisir, daerah pegunungan dan hutan. Jika dilihat dari kondisi geografisnya, masyarakat Aceh Barat terbagi dalam dua (2) jenis, antara lain Ureung Gunong (kelompok masyarakat yang hidup di kawasan dataran tinggi atau pegunungan) dan Ureung Baroh (kelompok masyarakat yang hidup di kawasan dataran rendah atau pesisir). Dalam konteks sosial budaya serta sejarah, masyarakat Aceh memang telah menerima pengakuan dunia dengan adatnya yang kuat. Masyarakat pun secara umum menyebut dirinya Ureung Aceh atau Orang Aceh.
Untuk wilayah Aceh bagian pesisir Barat dan Utara dibentuk sebuah lembaga independen dengan garis koordinasi dengan JKMA – Aceh, organisasi tersebut dinamakan Jaringan Komunitas Masyarakat Adat Bumoe Teuku Umar (JKMA-BTU) merupakan wadah bernaung dari organisasi-organisasi masyarakat adat di Aceh, yang secara khusus menangani wilayah kerja Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya dalam usaha melakukan pelestarian nilai adat, sekaligus berusaha untuk melakukan penyadaran akan fungsi dan arti penting adat. Pendeklarasian JKMA-BTU dilakukan pada tahun 2003 di Hotel Tiara Meulaboh-Aceh Barat, pertemuan perwakilan masyarakat adat dari 3 kabupaten inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya JKMA-BTU. JKMA-BTU ini telah melakukan kongres pertamanya sebagai proses pendemokratisasian internal lembaga pada bulan Juli 2005 di Desa Suak Timah Kecamatan Samatiga. Kegiatan dalam bentuk kajian merupakan program yang telah dilakukan selama ini, bekerja sama dengan Panitia Bersama Tsunami Summit, dilaksanakan kegiatan “ Semiloka Evaluasi dan Refleksi Setahun Proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pasca Tsunami “. Saat ini, JKMA-BTU tergabung dalam forum koordinasi organisasi-organisasi local regional yang aktif dalam peran membantu korban-korban bencana alam gempa bumi dan tsunami di wilayah kerja JKMA-BTU.
Tujuan utama pembentukan JKMA-BTU adalah melakukan pemberdayaan komunitas adat di wilayah 3 (tiga) kabupaten diatas sebagai peningkatan kualitas dan kreativitas lembaga masyarakat adat yang mampu menunjukkan eksistensi lembaga tersebut dalam membentuk gerakan bersama masyarakat adat.


VISI

Penumbuhan kehidupan masyarakat Adat yang Madani, sejahtera dan demokratis dengan upaya perwujudan nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang berdasarkan pada semangat partisipatif dan initiatif yang penuh toleransi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan serta kesetaraan Gender.


MISI

Membangun tatanan kehidupan lapisan masyarakat adat yang sejahtera, demokratis dan berkeadailan dalam mewujudkan aspirasi komunitas dengan cara menumbuhkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Mengembangkan sikap pergaulan yang toleran dengan semangat partisipatif dengan inisiatif yang tinggi

2. Meningkatkan Kwalitas hidup dan kemandirian bagi komunitas yang berbasis terhadap masyarakat adat kurang beruntung dengan bertumpu pada potensi dan sumberdaya setempat

3. Mengembangkan sikap dan prilaku sosial yang berkeadilan Gender pada berbagai kalangan dan lingkungan masyarakat adat.

TUJUAN.

Untuk mencapai Visi dan Misi ditetapkan kerangka tujuan sebagai berikut :

1. Menumbuh kembangkan kesadaran komunitas masyarakat adat terhadap permasalahan sosial sekitar, lingkungan hidup hak dan tanggung jawab sebagai warga Negara.

2. Menumbuh kembangkan Keswadayaan masyarakat adat yang bermatabat

3. Memfasilitasi usaha kesejahteraan sosial yang ada di komunitas masyarakat adat


PERANGKAT KERJA

1.BIDANG PENGUATAN MASYARAKAT

Pengalaman selama ini menunjukakn semakin kompleks nya realitas kerja lapangan, upaya penyebaran masyarakat akhirnya melebar pada berbagai sektor, seperti orang-orang yang termajinalkan secara ekonomi dan lain sebagainya yang semuanya dijumpai baik di pedesaan maupun di perkotaan. Untuk kepentingan operasional yang lebih efektif dan efisien dari tugas kemasyarakatan tersebut di gunakan koordinator-koordinator yang lebih teknis, yaitu koordinator pemetaan dan pendataan, koordinator pemberdayaan ekonomi, koordinator kesetaraan gender dan koordinator advokasi lingkungan.

2. BIDANG PENGUATAN KELEMBAGAAN
Agar tugas-tugas pelayanan masyarakat bisa berjalan secara efektif maka diperlukan dukungan sistim yang minimal memadai, untuk itu ditetapkan bidang penguatan kelembagaan yang terdiri dari coordinator, sekpel, Manager keuangan Staf ADM dan Staf Documentasi/Volentir